“Ass. Pak, itu ustadnya pakai titel
Haji atau gak . . . . lalu belakang namanya
LC kan.”, tanya Bu Panitia ke saya lewat SMS. Saya jawab, “Wass.
ww. Bu, kayanya gak pakai titiel Haji deh. Soalnya saya belum pernah liat namanya
di spanduk, di brosur pakai H.”. “ ya udah, tapi belakangnya LC kan Pak”, SMS
Bu Panitia lagi ke saya.
“Kurang tahu Bu kalau, LC, tulis namanya aja, takut salah”, jawab saya. Itulah sepenggal kesibukan Bu Panitia pada saat mau konsep undangan. Dia perlu memastikan dulu, penceramah yang diundang bertitel H/ Haji, atau tidak. Lalu belakang namanya ada title juga atau tidak. Dan Kebetulan penceramah yang diundang, saya yang mengusulkan waktu itu, yaitu Direktur Pesantren di mana tempat 2 orang anak saya mondok saat ini.
“Kurang tahu Bu kalau, LC, tulis namanya aja, takut salah”, jawab saya. Itulah sepenggal kesibukan Bu Panitia pada saat mau konsep undangan. Dia perlu memastikan dulu, penceramah yang diundang bertitel H/ Haji, atau tidak. Lalu belakang namanya ada title juga atau tidak. Dan Kebetulan penceramah yang diundang, saya yang mengusulkan waktu itu, yaitu Direktur Pesantren di mana tempat 2 orang anak saya mondok saat ini.
Bu Panitia takut salah, makanya
mastikan dulu. Khawatir orang bergelar H/Haji, ntar kalau gak ditulis, takut
diprotes. Lagi pula supaya acara kelihatan sedikit berbobot Bu Panitia berharap,
penceramah yang diundang ini nama depannya ada gelar H/Haji, kan lebih keren –
tambah lagi belakangnya LC. Ada nilai jual ke jamaah untuk datang nantinya
dalam acara tabligh akbar.
Akhirnya undanganpun jadi, dan sudah
dibagi-bagi ke seluruh warga se RW.Tertulis di undangan Penceramah namanya
tidak bergelar apa-apa – baik di depan atau belakang namanya. Tidak ada
tertulis KH, atau H. di depan namanya, tidak juga LC atau MM dibelakangnya.. “Penceramahnya
gak berbobot, gak bertitel, belum Haji,
kurang afdhol”, begitu kali kira2 gumam orang-orang pada saat menerima undangan - pikiranku menerawang.
Waktu berlalu . . . . .
Kira-kira 3 pekan kemudian setelah
acara dimaksud di atas berlangsung saya ke Pesantren jenguk anak - kegiatan
rutin pekanan. Kebetulan sekali saya
ketemu Pak Direktur Pesantren yang 3
pekan lalu kami undang ke Mushalla kami. Saya penasaran perihal undangan dulu,
dimana Bu Panitia SMS nanyain apa ditulis Haji atau tidak untuk nama penceramahnya.
Setelah basa-basa dikit, saya gak
tahan untuk bertanya ke Pak Direktur Pesantren. Dalam hati saya pastilah dia
sudah Haji. Masa sih sudah mapan begini, sudah punya ilmu agama yang luas,
sudah berceramah sebagai Ustadz ke-mana-mana – tapi belum Haji. “Gak Mungkin,”,
saya membatin. Tapi bisa jadi belum Haji,
habis gak pernah ditulis H/Haji di depan namanya, baik di pengumuman sekolah,
di brosur, spanduk, dsb.
Saya : “Pak, mohon maaf
nih, mau tanya”.
Pak Direktuir Pesantren (DP) : “Silahkan,
mau tanya apa” .
Saya : Bapak sudah Haji - belum ?
DP : Mang kenapa Pak.
Saya : Gak sih Pak, dulu waktu kami
undang Bapak, panitia bingung mau tulis Haji atau tidak di depan nama Bapak.
DP : oh… ha … ha, begitu . . .? Pak
Dirtektur tertawa geli.
Lalu Pak Direktur Pesantren
melanjutkan jawabannya.
DP : Kalau kita lihat Nabi Muhammad
SAW dan para sahabatnya adalah para Haji semua. Tapi gak pernah tuh kita dengar
disebut misalnya Haji Abu Bakar Siddiq. Atau juga kita gak pernah dengar Haji
Umar bin Khatab. Haji Salman Al-Farisi, dsb.
Saya : Ya… ya… benar Pak..
DP : Biasanya hanya orang-orang kita,
dan sebagian orang Asia, disandangkan gelar Haji di depan namanya.
Saya : Jadi Kalau begitu Bapak sudah
Haji . . .?
DP : Ya, Alhamdulillah sudah.
Barulah terjawab pertanyaan selama
ini. Ternyata Bapak Direktur Pesantren itu sudah Haji, bahkan beliau itu kuliah
S1-nya di Madinah. Subhaanallah.
Tapi beliau tak mau direpotkan dan tak
mau pusing dengan gelar Hajinya, karena memang Rasul SAW dan para sahabatnya mencontohkan
demikian.
Dan bagi para Bapak Haji dan Ibu
Hajjahpun, sebenarnya gak salah juaa bila mencantumkan gelar H./Haji/ Hj./ Hajjah tersebut di depan
namanya. Sah-sah saja. Mudah-mudahan saja dengan tambahan gelar Haji dan Hajjah tersebut mereka akan bisa lebih banyak beramal dan lebih menjaga dirinya
dari perbuatan maksiat.
Selamat menunaikan Ibadah Haji kepada
saudara-saudara kami yang diberi kesempatan oleh ALLAH untuk menunaikan Ibadah Haji pada tahun ini. Semoga jadi Haji yang mabrur.
Dan do’akan kami, dan mari kita juga
berdo’a dan berusaha, mudah-mudah ALLAH SWT memberi undangannya bagi kita untuk
bisa pula melaksanakan Ibadah Haji di sisa usia kita mendatang. Aamiin..
Labbaik Allaahumma Labbaik . . . . . .
Cibitung, 02 Dzulhijjah 1432 H. 29
Oktober 2011
Abuizzat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar